Oeang Repoeblik Indonesia (ORI)




a      Ori sebagai alat perjuangan
Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) adalah uang kertas yang pertama kali dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia. Uang tersebut dikeluarkan untuk menggantikan uang Hindia Belanda dengan uang Jepang yang masih berlaku sebagai alat pembayaran yang sah pada waktu Republik Indonesia berdiri. Pengeluaran ORI tidak berjalan lancar. Rencana untuk membuat uang sendiri dilakukan pada waktu pemerintah Republik berada di Jakarta, tetapi ketika ORI dikeluarkan, pemerintah sudah pindah ke Yogyakarta.
Dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, ORI tercatat sebagai alat yang mempersatukan tekad seluruh bangsa Indonesia untuk bersama-sama pemerintah Republik Indonesia berjuang menegakkan kemerdekaan. Pertama-tama karena itulah, maka ORI merupakan alat perjuangan kemerdekaan Indonesia. Disamping itu, ORI telah menjalankan peranannya sebagai alat perjuangan karena dapat membiayai beraneka keperluan negara yang baru berdiri.
b.      ORI sebagai lambang (atribut) kemerdekaan
ORI mula-mula memang dimaksudkan sebagai salat satu lambang (atribut) negara yang merdeka dan berdaulat, akan tetapi ORI sesungguhnya telah menjadi sesuatu lebih daripada itu, yaitu menjadi alat perjuangan revolusi.
c.       Persiapan Percetakan ORI
Setelah keputusan untuk mengeluarkan uang sendiri diambil oleh pemerintah, maka tanggal 24 Oktober 1945 Menteri Keuangan A.A. Maramis menginstruksikan kepada suatu tim dari serikat buruh percetakan G.Kolff di Jakarta untuk melakukan peninjauan ke beberapa daerah yaitu Surabaya, Malang Solo dan Yogyakarta, guna menentukan tempat pencetakan uang. Sebagai hasil peninjauan tersebut, tim berpendapat bahwa ada dua tempat yang memenuhi syarat, yaitu percetakan G.Kolff di Jakarta yang pada waktu itu dikuasai oleh serikat buruhnya dan NIMEF di Kendalpayak sebelah selatan kota Malang.
ORI mulai Beredar
Sebelum diadakan penyebaran ORI ke wilayah Republik Indonesia, pemerintah harus melakukan penarikan uang yang telah beredar di masyarakat yaitu Uang Jepang dan Uang Hindia Belanda. dalam proses penarikan uang-uang tersebut harus dilakukan dalam beberapa tahap dan tidak bisa secara langsung diambil semuanya.
  1. Tanggal 22 Juni 1946
·         Pemerintah Republik Indonesia melarang membawa uang lebih dari f 1.000 (Uang Jepang) dari daerah Karesidenan Jakarta, Semarang, Surabaya, Bogor dan Priangan ke daerah-daerah lain  di Jawa dan Madura tanpa seizing dari pemerintaha daerah yang bersangkutan.
·         Dilarang membawa uang dari luar masuk ke Pulau Jawa dan Madura melebihi f.5000 (Uang Jepang) tanpa seizing menteri Perdagangan dan Perindustrian
  1. Tanggal 15 juli 1946
·         Di Jawa dan Madura seluruh uang Jepang dan Hindia Belanda yang ada di masyarakat, perusahaan dan badan-badan  lain, harus disimpan di bank-bank yang telah ditunjuk yaitu : Bank Negara Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, Bank Surakarta, Bank Nasional, Bank Tabungan Pos dan Rumah gadai. Yang tidak wajib disimpan di Bank adalah sebesar f 50 ( uang Jepang) untuk keperluan sehari-hari ataupun usahanya.
·         Untuk uang Hindia Belanda dan uang De Javasche Bank harus disimpan seluruhnya di Bnak. Karena diketahui bahwa eksisitensi uang tersebut memang sudah lama meredup ketika uang Jepang mulai beredar di masyarakat Indonesia.
Tempat-tempat kopur dicetak yaitu diantaranya di Kendalpayak, Solo dan Yogyakarta yang dijaga ketan oleh keamanan negara. Pengawasan secara keseluruhan dilakukan oleh Pusat perbendaharaan Negara di Yogyakarta. Pembuatan ORI pada percetakan NIMEF di Kendalpayak (Malang) pada awalnya berjalan dengan lancer. Tetapi ketika Malang diduduki pasukan Belanda dalam aksi Militer pada 21 Juli 1947, Kendalpayak ditinggalkan dan dilakukan pengunsian di Yogyakarta. Ketika mesin-mesin pecetak akan ikut dibawa ke Yogya, di Madiun mesin tersebut ditahan tepatnya di desa Kanten.kemudian di desa tersebut pencetakan uang dilanjutkan dan berlangsung sampai aksi militer Belanda II dalam bulan Desember 1948. Hasil cetakan ORI kemudian didistribusikan ke seluruh Jawa  dan Madura. Sehubungan dengan keputusan Pemerintah yang menyatakan untuk mengedarkan ORI secara serentak pada hari yang sama di seluruh pulau Jawa dan Madura. Oleh karena itu dikirimlah surat edaran rahasia kepada pejabat-pejabat daerah yang terkait.
Keluarnya ORI didahului dengan pidato wakil Presiden  Moh. Hatta pada tanggal 29 Oktober 1946 No. 7/1946 dan Undang-Undang tanggal 25 Oktober 1946 No. 19/1946. Undang-undang (II) dikeluarkan 25 hari kemudian yang mengatur nilai dasar ORI, dasar tukar dan penukaran uang lama dan uang baru, cara pembayaran uang lama yang belum lunas pada waktu beredarnya ORI. Dalam pasal 1 ditetapkan nilao dasar ORI yaitu sepuluh rupiah sama dengan emas murni seberat lima gram.
Beberapa pasal berkaitan tentang ORI:
Menurut pasal 4, pembayaran segala macam utang yang belum dibayar lunas pada waktu berlakunya ORI , dilakukan dengan dasat perhitungan sebagai berikut :
  1. Untuk utang yang terjadi sebelum tangga 1 Januari 1943, f 1 (Uang Jepang) disamakan dengan satu rupiah ORI.
  2. Untuk utang yang terjadi mulai 1 Januari 1943 hingga 1 Januari 1946, f 20 (uang Jepang) disamakan dengan satu rupiah ORI
  3. Untuk utang yang terjadi pada tanggal 1 Januari 1946 atau sesudahnya, f 50 (Uang Jepang) disamakan dengan satu rupiah ORI.
Catatan : point (1) dan (2) pembayaran utang tersebut tidak boleh dilakukan dengan uang Jepang sesudah UU tersebut berlaku yaitu mulai 26 Oktober 1946
Pasal 8 : menyerahkan penetapan waktu mulai berlakunya ORI dan mulai tidak berlakunya lagi uang sebelum ORI adalah menteri Keungan.
Pasal 3 ayat (5) Undang-udndang tanggal 29 Oktober 1946 tentang pembatasan pengambilan uang simpanan dari bank, Menteri Keuangan menetapkan penetapan sebagai berikut :
Pengambilan dapat dimulai tanggal 31 Oktober 1946 :
1.      Maksimum R 100 setiap bulan
2.      Maksimum R 300 dalam hal :
a.       Penyimpanan kawin atau mengawinkan anak
b.      Istri penyimpan atau penyimpan sendiri melahirkan
c.       Penyimpanan sendiri atau anggota keluarga tanggungannua sakit keras atau meninggal
3.      Untuk perusahaan, dengan menunjukkan daftra gaji, maksimum R. 2000 setiap bulan untuk ongkos-ongkos lain maksimum R 250 setiap minggu.
4.      Untuk badan usaha bukan perusahaan, buat gaji dan ongkos lain maksimum R 500
Tidak hanya di Jawa dan Madura, ORI juga diedarkan di daeraj yang diduduki oleh Belanda dimana uang NICA juga digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di tempat tersebut. Penduduk pada saat itu mengalami kesulitan karena adanya ketakutan apabila diketahui memiliki ORI. Namun, pada 19 November 1948 akhirnya dihasilkan sebuah kesepakatan bahwa penduduk tidak boleh diganggu jika memiliki uang lawan.
Pembiayaan Perjuangan
1.      Lazimnya ketika suatu negara dalam keadaan perang maka biaya yang digunakan akan diambil dari sebagian pendapatan nasional.
2.      Jika tidak mencukupi dari anggaran tersebut maka akan dilakukan noninflator, yaitu diantaranya dengan :
a.       Meningkatkan pungutan pahak serta mengadakan pinjaman
b.      Deficit-financing, menciptakan daya beli melalui pengeluaran uang kertas
Kebijakan deficit-financing tersebut tidak dapat dihindari sebagai perkembangan moneter yang menuju kea rah inflasi. Cara ini dijalankan oleh pemerintahan Indonesia setelah ORI membantu dalam perjuangan yaitu sejak 30 Oktober 1946.
3.      Membentuk Fonds Kemerdekaan Indonesia dan pengeluaran Pinjaman Nasional 1946 yang berusaha untuk mengumpulkan sumbangan dan mengadakan pinjaman uang.
Diketahui bahwa ORI telah mulai beredar pada 30 Oktober 1946, namun sempat terhenti ketika agresi milter Belanda yang kedua yaitu 19 Desember 1948 ketika Yogyakarta diduduki oleh Belanda. Bersamaan dengan didudukinya Yogyakarta oleh Belanda, maka uang NICA juga turut pula beredar di daerah tersebut. Oleh karena itu, Menteri Negara Koordinator Keamanan, Sultan Hamengkubowono IX dalam pengumumannya No. 1/11 tanggal 1 Juli 1949 menetapkan bahwa ORI tetap merupakan alat pembayaran yang sah disamping uang yang telah beredar. Aksi militer tersebut juga menyebabkan nilai ORI merosot terhadap uang NICA f 1 (NICA) : R 50 (ORI).
Pada dasarnya yang berkontribusi tinggi dalam perjuangan fisik meraih Indonesia yang berdaulat adalah rakyat Indonesia itu sendiri. Sumber pembiayaan perjuangan sebelum 30 Oktober 1946 berupa penyediaan makanan (nasi bungkus) oleh rakyat jelata bagi lascar-laskar bantuan mengangkut senjata dan mesiu serta beban-beban lain untuk keperluan tentara dan pemerintah pemberian pondokan bagi kesatuan-kesatuan yang beroperasi atau pengungsi dari daerah-daerah yang dirampas oleh NICA, pembuatan gudang-gudang, penyediaan obat-obatan, penyediaan tenaga sukarela palang merah, dsb.

0 Comments