AUGUSTE COMTE






Biografi

Auguste Comte, yang bernama lengkap Isidore Marie Auguste Francois Xavier Comte, di lahirkan di Montpellier Prancis selatan pada 17 Januari 1798. Setelah menyelesaikan pendidikan di Lycee Joffre dan Universitas Montpellier, Comte melanjutkan pendidikannya di Ecole Polytechnique di Paris. Masa pendidikannya di École Polytechnique dijalani selama dua tahun, antara 1814-16. Masa dua tahun ini berpengaruh banyak pada pemikiran Comte selanjutnya. Di lembaga pendidikan ini, Comte mulai meyakini kemampuan dan kegunaan ilmu-ilmu alam. Pada Agustus 1817 Comte menjadi sekertaris, dan kemudian menjadi anak angkat, Henri de Saint-Simon, setelah comte di usir dan hidup dari mengajarkan matematika. Persahabatan ini bertahan hingga setahun sebelum kematian Saint-Simon pada 1825. Saint-Simon adalah orang yang tidak mau diakui pengaruh intelektualnya oleh Comte, sekalipun pada kenyataannya pengaruh ini bahkan terlihat dalam kemiripan karir antara mereka berdua. Selama kebersamaannya dengan Saint-Simon, dia membaca dan dipengaruhi oleh, sebagaimana yang diakuinya, Plato, Montesquieu, Hume, Turgot, Condorcet, Kant, Bonald, dan De Maistre, yang karya-karya mereka kemudian di kompilasi oleh menjadi dua karya besarnya, the Cours de Philosophie Positive dan Systeme de Politique Positive. Selama lima belas tahun masa akhir hidupnya, Comte semakin terpisah dari habitat ilmiahnya dan perdebatan filosofis, karena dia meyakini dirinya sebagai pembawa agama baru, yakni agama kemanusiaan.

Pada saat Comte tinggal bersama Saint-Simon, dia telah merencanakan publikasi karyanya tentang filsafat positivisme yang diberi judul Plan de Travaux Scientifiques Necessaires pour Reorganiser la Societe (Rencana Studi Ilmiah untuk Pengaturan kembali Masyarakat). Tapi kehidupan akademisnya yang gagal menghalangi penelitiannya. Dari rencana judul bukunya kita bisa melihat kecenderungan utama Comte adalah ilmu sosial. Kehidupan terus bergulir Comte mulai melalui kehidupannya dengan menjadi dosen penguji, pembimbing dan mengajar mahasiswa secara privat. Walaupun begitu, penghasilannya tetap tidak mecukupi kebutuhannya dan mengenai karya awal yang dikerjakannya mandek. Mengalami fluktuasi dalam penyelesainnya dikarenakan intensitas Comte dalam pengerjaannya berkurang drastis.

Comte dalam kegelisahannya yang baru mencapai titik rawan makin merasa tertekan dan hal tersebut menjadikan psikologisnya terganggu, dengan sifat dasarnya adalah , seorang pemberontak akibatnya Comte mengalami gejala paranoid yang hebat. Keadaan itu menambah mengembangnya sikap pemberang yang telah ada, tidak jarang pula perdebatan yang dimulai Comte mengenai apapun diakhiri dengan perkelahian.

Kegilaan atau kerajingan yang diderita Comte membuat Comte menjadi nekat dan sempat menceburkan dirinya ke sungai. Datanglah penyelamat kehidupan Comte yang bernama Caroline Massin, seorang pekerja seks yang sempat dinikahi oleh Comte ditahun 1825. Caroline dengan tanpa pamrih merawat Comte seperti bayi, bukan hanya terbebani secara material saja  tetapi juga beban emosional dalam merawat Comte karena tidak ada perubahan perlakuan dari Comte untuk Caroline dan hal tersebut mengakibatkan Caroline memutuskan pergi meninggalkan Comte. Comte kembali dalam kegilaannya lagi dan sengsara. Comte menganggap pernikahannya dengan Caroline merupakan kesalahan terbesar, berlanjutnya kehidupan Comte yang mulai memiliki kestabilan emosi ditahun 1830 tulisannya mengenai “Filsafat Positiv” (Cours de Philosophie Positiv) terbit sebagai jilid pertama, terbitan jilid yang lainnya bertebaran hingga tahun 1842.


Pemikiran
Mulailah dapat disaksikan sekarang bintang keberuntungan Comte  sebagai salah satu manusia yang tercatat dalam narasi besar prosa kehidupan  yang penuh misteri, pemikiran brilian Comte mulai terajut menjadi suatu aliran pemikiran yang baru dalam karya-karya filsafat yang tumbuh lebih dulu. Comte dengan kesadaran penuh bahwa akal budi manusia terbatas, mencoba mengatasi dengan membentuk ilmu pengetahuan yang berasumsi dasar  pada persepsi dan penyelidikan ilmiah. Tiga hal ini dapat menjadi ciri pengetahuan seperti apa yang sedang Comte bangun, yaitu:

1. Membenarkan dan menerima gejala empiris sebagai kenyataan.
2. Mengumpulkan dan mengklasifikasikan gejala itu menurut hukum yang menguasai mereka, dan
3. Memprediksikan fenomena-fenomena yang akan datang berdasarkan hukum-hukum  itu dan mengambil tindakan yang dirasa bermanfaat.

Keyakinan dalam pengembangan yang dinamakannya positivisme semakin besar volumenya, positivisme sendiri adalah faham filsafat, yang cenderung untuk membatasi pengetahuan benar manusia kepada hal-hal yang dapat diperoleh dengan memakai metoda ilmu pengetahuan. Disini Comte berusaha pengembangan kehidupan manusia dengan menciptakan sejarah baru, merubah pemikiran-pemikiran yang sudah membudaya, tumbuh dan berkembang pada masa sebelum Comte hadir. Comte mencoba dengan keahlian berpikirnya untuk mendekonstruksi pemikiran yang sifatnya abstrak (teologis) maupun pemikiran yang pada penjalasan-penjelasannya spekulatif (metafisika).

Awal munculnya aliran positivism didasarkan kepada kepercayaan terhadap hukum-hukum alam sebagai kendali terhadap kehidupan manusia. Oleh karena itu, dari dasar pemikiran ini kepercayaan terhadap takhayul, ketakutan, kebodohan, dan paksaan, dan konflik sosial dihilangkan dari masyarakat. Pandangan inilah yang menjadi awal kelahiran aliran positivism.

Positivism yang dikenalkan oleh Comte ( 1798 – 1857) tertuang dalam karya utamanya yang berjudul Cours de Philosophic Positive (1830 – 1842) , yaitu kursus tentang filsafat positif yang diterbitkan dalam enam jilid.  Selain itu karya lainnya berjudul Discour L’esprit Positive (1844), yang artinya pembicaraan tentang jiwa positif.  Dalam karya ini, Comte menjelaskan secara singkat pendapat-pendapat positivis, hukum stadia, klasifikasi ilmu-ilmu pengetahuan dan bagan mengenai tatanan dan kemajuan. Positivism berasal dari kata positif yang diartikan secara faktual adalah apa yang didasarkan fakta-fakta. Menurut positivism, pengetahuan tidak boleh melebihi fakta-faktanya. Dengan demikian,ilmu pengetahuan empiris menjadi contoh istimewa dalam bidang pengetahuan. Artinya, filsafat pun harus meneladani contoh tersebut. Dengan dasar ini aliran ini menolak cabang filsafat metafisika. Menanyakan “hakikat” benda-benda atau “penyebab yang sebenarnya” bagi positivism tidaklah mempunyai arti apa-apa. Ilmu pengetahuan termasuk filsafat, hanya menyelidiki fakta-fakta dan hubungannya yang terdapat diantara fakta-fakta. Tugas khusus filsafat adalah mengkoordinasikan ilmu-ilmu pengetahuan yang aneka ragam. Perspektif positivism tentang masyarakat. Comte percaya bahawa penemuan hukum alam itu akan membukakan bata-batas yang pasti dalam kenyataan sosial (inheren), dan jika melampaui batas-batas itu, usaha pembaharuan akan merusakkan dan menghasilkan yang sebaliknya.

Auguste Comte mempercayai panca indra itu amat penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan indra akan dapat dikoreksi lewat eksperimen. Eksperimen membutuhkan ukuran-ukuran yang jelas. Seperti panas diukur dengan ukuran panas, jarak dengan ukuran meteran, berat dengan ukuran kiloan, dan sebagainya. Perkembangan ilmu tentang masyarakat yang bersifat alamiah sebagai puncak suatu proses kemajuan intelektual yang logis yang telah dilewati oleh ilmu-ilmu lainnya.

Dalam pendekatan positivism, metode yang digunakan dalam merumuskan suatu teori atau hukum terdiri dari empat tahapan yaitu tiga tahapan pertama berkenaan dengan pengamatan, eksperimen, dan perbandingan. Sedangkan tahapan keempat analisis historis, yang meruapakan suatu metode khusus untuk gejala sosial yang memungkinkan suatu pemahaman mengenai hukum – hukum dasar perkembangan sosial. Perkembangan masyarakat melalui evolusi tiga tahapan utama yaitu teologis, metafisik, dan positif. Teologis atau fiktif, merupakan titik tolak yang harus ada dalam pemahaman manusia yang dikaitkan dengan isu-isu supranatural. Tahapan dimana manusia menafsirkan gejala – gejala disekelilingnya secara teologis, yaitu dengan kekuatan-kekuatan yang dikendalikan oleh kekuatan supranatural. Penafsiran ini penting bagi manusia untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang memusuhinya dan untuk melindungi dirinya terhadap faktor-faktor yang tidak terduga. Metafisik atau abstrak, hanya suatu keadaan peralihan atau bentuk lain dari teologis menuju tahapan positif. Tahapan ini ditandai dengan kepercayaan akan hukum-hukum alam yang asasi yang dapat ditemukan dengan akal budi. Manusia menganggap bahwa di dalam setiap gejala terdapat kekuatan atau inti tertentu yang pada akhirnya dapat diungkapkan. Positif atau ilmiah, pemahaman dalam keadaannya yang pasti dan tidak tergoyahkan yang ditandai dengan kepercayaan akan data empiris sebagai sumber pengetahuan terakhir.

Prinsip keteraturan sosial yang dianalisa oleh aliran positivism dibagi dua yaitu usaha untuk menjelaskan keteraturan sosial secara empiris dengan menggunakan metode positif, dan usaha untuk meningkatkan keteraturan sosial sebagai suatu cita-cita yang normatif dengan menggunakan metode-metode yang bukan tidak sesuai dengan positivismm tetapi yang menyangkut perasaan juga intelek. Suatu ilmu pengetahuan positif, apabila ilmu pengetahuan tersebut memusatkan perhatian pada gejala-gejala yang nyata dan kongkret, tanpa ada halangan dari pertimbangan-pertimbangan lainnya. Hierarki atau tingkatan ilmu pengetahuan menurut tingkat pengurangan generalisasi dan penambahan kompleksitasnya adalah: Matematika, Astronomi, Fisika, Ilmu Kimia, Biologi, dan Sosiologi.

Penilaian Comte terhadap sosiologi adalah merupakan ilmu pengetahuan yang paling kompleks dan merupakan suatu ilmu yang akan berkembang dengan pesat. Sosiologi merupakan studi positif tentang hukum-hukum dasar dari gejala sosial. Aliran positivism adalah aliran filsafat yang berpangkal pada fakta yang positif, sesuatu yang diluar fakta atau kenyataan dikesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan. Positivism bukanlah suatu aliran yang berdiri sendiri, aliran ini menyempurnakan emperisme dan rasionalisme yang bekerja sama. Dengan kata lain, Positivism menyempurnakan metode ilmiah (scientific method) dengan memasukkan perlunya eksperimen dan ukuran-ukuran. Jadi pada dasarnya positivism sama dengan empirisme ditambah rasionalisme. Comte adalah tokoh aliran positivisme yang paling terkenal. Kamu positivis percaya bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam dimana metode-metode penelitian empiris dapat dipergunakan untuk menemukan hukum-hukum sosial kemasyarakatan. Aliran ini tentunya mendapat pengaruh dari kaum empiris dan mereka sangat optimis dengan kemajuan dari revolusi Perancis
.
Pendiri filsafat positivis yang sesungguhnya adalah Henry de Saint Simon yang menjadi guru sekaligus teman diskusi Comte. Menurut Simon untuk memahami sejarah orang harus mencari hubungan sebab akibat, hukum-hukum yang menguasai proses perubahan. Mengikuti pandangan 3 tahap dari Turgot, Simon juga merumuskan 3 tahap perkembangan masyarakat yaitu tahap Teologis, (periode feodalisme), tahap metafisis (periode absolutisme dan tahap positif yang mendasari masyarakat industri. Comte menuangkan gagasan positivisnya dalam bukunya the Course of Positivie Philosoph, yang merupakan sebuah ensiklopedi mengenai evolusi filosofis dari semua ilmu dan merupakan suatu pernyataan yang sistematis yang semuanya itu tewujud dalam tahap akhir perkembangan. Perkembangan ini diletakkan dalam hubungan statika dan dinamika, dimana statika yang dimaksud adalah kaitan organis antara gejala-gejala ( diinspirasi dari de Bonald), sedangkan dinamika adalah urutan gejala-gejala (diinspirasi dari filsafat sehjarah Condorcet).




Bagi Comte untuk menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang kepastiannya tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu :
1.      Metode ini diarahkan pada fakta-fakta.
2.      Metode ini diarahkan pada perbaikan terus meneurs dari syarat-syarat hidup.
3.      Metode ini berusaha ke arah kepastian.
4.      Metode ini berusaha ke arah kecermatan.

Hukum Tiga Tahap Auguste Comte

Comte termasuk pemikir yang digolongkan dalam Positivisme yang memegang teguh bahwa strategi pembaharuan termasuk dalam masyarakat itu dipercaya dapat dilakukan berdasarkan hukum alam. Masyarakat positivus percaya bahwa hukum-hukum alam yang mengendalikan manusia dan gejala sosial da[at digunakan sebagai dasar untuk mengadakan pembaharuan-pembaharuan sosial dan politik untuk menyelaraskan institusi-institusi masyarakat dengan hukum-hukum itu. Comte juga melihat bahwa masyarakat sebagai suatu keseluruhan organisk yang kenyataannya lebih dari sekedar jumlah bagian-bagian yang saling tergantung. Dan untuk mengerti kenyataan ini harus dilakukan suatu metode penelitian empiris, yang dapat meyakinkan kita bahwa masyarakat merupakan suatu bagian dari alam seperti halnya gejala fisik. Untuk itu Comte mengajukan 3 metode penelitian empiris yang biasa juga digunakan oleh bidang-bidang fisika dan biologi, yaitu pengamatan, dimana dalam metode ini [eneliti mengadakan suatu pengamatan fakta dan mencatatnya dan tentunya tidak semua fakta dicatat, hanya yang dianggap penting saja. Metode kedua yaitu Eksperimen, metode ini bisa dilakukans ecara terlibat atau pun tidak dan metode ini memang sulit untuk dilakukan. Metode ketiga yaitu Perbandingan, tentunya metode ini memperbandingkan satu keadaan dengan keadaan yang lainnya.
Dengan menggunakan metode-metode diatas Comte berusaha merumuskan perkembangan masyarakat yang bersifat evolusioner menjadi 3 kelompok yaitu, pertama, Tahap Teologis, merupakan periode paling lama dalam sejarah manusia, dan dalam periode ini dibagi lagi ke dalam 3 subperiode, yaitu Fetisisme, yaitu bentuk pikiran yang dominan dalam masyarakat primitif, meliputi kepercayaan bahwa semua benda memiliki kelengkapan kekuatan hidupnya sendiri. Politheisme, muncul adanya anggapan bahwa ada kekuatan-kekuatan yang mengatur kehidupannya atau gejala alam. Monotheisme, yaitu kepercayaan dewa mulai digantikan dengan yang tunggal, dan puncaknya ditunjukkan adanya Khatolisisme.
Kedua, Tahap Metafisik merupakan tahap transisi antara tahap teologis ke tahap positif. Tahap ini ditandai oleh satu kepercayaan akan hukum-hukum alam yang asasi yang dapat ditemukan dalam akal budi. Ketiga, Tahap Positif ditandai oleh kepercayaan akan data empiris sebagai sumber pengetahuan terakhir, tetapi sekali lagi pengetahuan itu sifatnya sementara dan tidak mutlak, disini menunjukkan bahwa semangat positivisme yang selalu terbuka secara terus menerus terhadap data baru yang terus mengalami pembaharuan dan menunjukkan dinamika yang tinggi. Analisa rasional mengenai data empiris akhirnya akan memungkinkan manusia untuk memperoleh hukum-hukum yang bersifat uniformitas. Comte mengatakan bahwa disetiap tahapan tentunya akan selalu terjadi suatu konsensus yang mengarah pada keteraturan sosial, dimana dalam konsensus itu terjadi suatu kesepakatan pandangan dan kepercayaan bersama, dengan kata lain sutau masyarakat dikatakan telah melampaui suatu tahap perkembangan diatas apabila seluruh anggotanya telah melakukan hal yang sama sesuai dengan kesepakatan yang ada, ada suatu kekuatan yang dominan yang menguasai masyarakat yang mengarahkan masyarakat untuk melakukan konsensus demi tercapainya suatu keteraturan sosial.
Pada tahap teologis, keluarga merupakan satuan sosial yang dominan, dalam tahap metafisik kekuatan negara-bangsa (yang memunculkan rasa nasionalisme/ kebangsaan) menjadi suatu organisasi yang dominan. Dalam tahap positif muncul keteraturan sosial ditandai dengan munculnya masyarakat industri dimana yang dipentingkan disini adalah sisi kemanusiaan. (Pada kesempatan lain Comte mengusulkan adanya Agama Humanitas untuk menjamin terwujudnya suatu keteraturan sosial dalam masyarakat positif ini).



DAFTAR PUSTAKA

Collins, James, A History of Modern European Philosophy, The Bruce Publishing Company, Milwaukee, 1954
Ankersmit, F.R., Refleksi Tentang Sejarah : Pendapat-pendaat Modern tentang Filsafat Sejarah, Cet.1, Pt. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1987

0 Comments