Berkembangnya
industri di kota-kota metropolis di Asia Tenggara, terutama industri manufaktur
yang dinilai mampu bersaing denagn industri di luar. Kapitalisme berarti sebuah
sistem yang menggunakan alat-alat produksi yang berada di tangan sektor swasta
untuk menciptakan laba, dan sebagian dari laba tersebut ditanamkan kembali guna
memperbesar kemampuan menghasilkan laba. Dan dalam kapitalisme ini, usaha kerja
keras dari orang biasa tampak bagai tidak berarti, padahal orang tersebutlah
yang berada di balik semua tokoh-tokoh dalam dunia perekonomian yang bersifat
abstrak. Orientasi kapitalisme di Asia Tenggara banyak membicarakan tentang latar
belakang sosial dan orientasi budaya para pemimpin perusahaan di Asia Tenggara,
dan watak hubungan mereka dengan kelompok elite politik. Maka dari itu kaitan
ekonomi dengan politik sangatlah besar sehingga dapat menghapuskan berbagai
kondisi yang diciptakan nasionalisme dan birokrasi, yang melumpuhkan
pertumbuhan dunia usaha. Selain itu dapat menciptakan lingkungan ideologi dan
lingkungan ekonomi yang mau menerima upaya-upaya orientasi.
Prinsip dasar kekuatan pasar menjadi inti
pokok dasar yang diberikan pada negara-negara yang sedang berkembang oleh
negara donor dan lembaga pemberi bantuan, disinilah muncul celah kapitalis
untuk melakukan perdagangan bebas yang menjadi celah munculnya kapitalisme. Thailand
adalah salah satu contoh negara dimana kekuatan birokrasinya berada di tangan
kelas penguasa dan dalam struktur administrasinya bukan melaksakan
kebijaksanaan tetapi lebih banyak sibuk memberikan peluang bagi anggotanya
untuk memanfaatkan sumber daya dan sebagai arena perebutan kekuasaan. Peran
dari para imigran dari Cina juga tidak dapat dilepaskan dalam kedudukannya
sebagai wirausaha di Asia Tenggara. Karena diketahui orang Cina ini dapat juga
disebut sebagai Kapitalisme Paria, orang Cina merupakan kaum minoritas yang
kukuh dan berperan dalam kapitalisme dalam negeri. Keberadaan orang Cina ini
dimulai saat didatangkan oleh para penguasa Eropa yang beranggapan daripada
mengerahkan petani setempat dan menjauhkan mereka dari tanah mereka, para
penguasa berpikir akan lebih mudah apabila memasukkan orang luar untuk bekerja
sebagai kuli dan menempati lapisan-lapisan bawah dunia industri dan
perdagangan.
Thailand
adalah salah satu negara yang sukses melalui proses peralihan dari negeri belum
berkembang menjadi negeri yang beerhasil membangun ekonomi modern. Karena
negara tersebut relatif tidak mudah dipengaruhi oleh tuntutan kelompok-kelompok
sosialdan karenanya dapat bertindak sendiri tanpa terpengaruh oleh kelompok
lain tersebut, sesuai dengan kepentingan jangka panjang pembangunan kapitalis
bangsa itu. Pada tahun 1970 sektor industri pengolahan lebih unggul dari sektor
pertanian, perkembangan pesat kapitalisme di Thailand ini membawa perubahan
yang mendasar di bidang politik dan sosial. Dapat dilihat pada tahun 1973
terjadi pergolakan rakyat yaang berhasil merobohkan sistem politik yang
dikuasai oleh militer dan kaum birokrat politik. Dan menggantikannya dengan
sebuah struktur kekuasaan bersegi lima yang terdiri atas raja, angkatan
bersenjata, kaum teknokrat, kelompok kapitalis, da rakyat yang tersusun dalam organisasi.
Para
kapitalis di Thailand dibagi menjadi tiga kategori utama yaitu : bankir, yang
mendirilan usaha mereka pada awal tahun 1950-an dan membangunnya hingga menjadi
perusahaan besar pada tahun 1970-an. Kelompok Industri, yang berkembang
di atas landasan industri substitusi impor dan bekerja sama dengan modal asing
sesudah tahun 1960-an. Kelompok Agrobisinis, yang muncul pada akhir
tahun 1970-an dan meluas dengan cepat dengan cara integrasi ekspor hasil
pertanian dengan kegiatan industri. Awal dari munculnya kaum kapitalis di
Thailand adalah saat integrasi Siam dengan perekenomian kapitalis dunia, yang
biasanya diperingati sejak penandatanganan pakta dagang dengan Inggris yang
dikenal sebagai Traktat Bowring pada tahun 1855. Ada dua faktor dari keberadaan
kapitalis di Thailand, yaitu faktor dari dalam dan luar yang salah satunya
adalah ketergantungan pada modal asing dan jaringan perdagangan/keuangan yang
dibangun di luar Thailand. Muncul pula banyak bank-bank yang sebagiannya
merupakan cabang bank-bank kolonial Eropa, serta kaum para Elit.
Sementara
itu di negara tetangga, Indonesia , kaum kapitalis juga berada dalam saat
kritis pada akhir tahun 1980-an. Dikarenakan melemahnya tahap pembangunan
industri Indonesia yang berorientasi ke dalam negeri dan mereka juga dihadapkan
pada ketidakpastian mengenai arah masa depan rezim otoriter yang selama hampir
tiga puluh tahun dikuasai oleh pejabat negara. Perkembangan kapitalis yang
terus berlanjut kini menuntut adanya sektor industri pengolahan untuk ekspor guna
melengkapi struktur industri substitusi impor yang ada. Indonesia sangat
bergantung pada industri minyak pada saat terjadi lonjakan harga minyak
sehingga membuat pertumbuhan pada investasi dalam negeri. Disini diketahui
bahwa perusahaan-perusahaan baru sangat bergantung pada kebijaksanaan proteksi
dan subsidi negara, dan pada perlindungan oleh pusat kekuasaan
birokrasi-politik. Namun sejak semakin turunnya harga minyak, birokrasi
akhirnya harus mengoptimalkan strategi pengembangan industri dalam negeri melalui
substitusi impor yang berdasarkan pada kekuatan pasar bebas, keunggulan
bersaing dan produksi untuk ekspor.
Dalam
buku ini juga dikatakan bahwa bagi sebagian besar kelompok perusahaan besar
dalam negeri pada masa ini dalam mencapai suksenya adalah dengan melakukan
monopoli yang dibagikan pemerintah sebagai batu loncatan sehingga membuka
peluang bagi kelompok perusahaan besar untuk masuk ke dalam sektor-sektor
kegiatan ekonomi yang sangat penting. Para pengusaha yang mempunyai hubungan
dekat dengan Presiden sangatlah mempunyai keuntungan yang banyak. Perdebatan
mengenai kebijaksanaan ekonomi dan praktek dunia usaha meluas ke arena
masyarakat luas, mereka mencaci maki pemerintah karena menyerah pada
kepentingan ekonomi asing, bersekongkol dengan sahbat-sahabatnya pengusaha
bisnis Cina. Perdebatan yang muncul memberikan gambaran yang jelas
mengenaikepentingan bersama dari kelompok kapitalis yang luas dan mengenai
watak perpecahan dan konflik yang terjadi diantara anggota-anggota di dalam. Kemampuan
negara yang makin berkurang untuk mempertahannkan jaringan perlindungan politik
dan kebijaksanaan nasionalis untuk memperdalam industri yang didorong oleh
monopoli dan proteksi, menciptakan peluang-peluang bagi unsur-unsur kelas
kapitalis dalam negeri di sektor hilir untuk memperkuat kepentingan mereka
melalui organisasi dan tindakan politik.
Selain itu telah diketahui bahwa kekuatan-kekuatan yang mendorong proses
perubahan susunan ekonomi itu ternyata menguntungkan modal
internasional.perubahan undang-undang penanaman modal asing yang pada tahun
1987 dan 1988 cukupp banyak mengurangi jumlah bidang yang tertutup bagi
investor asing, mengubah persayaratan pemilikan saham dalam negeri,
melonggarkan peluang bergerak bagi bak asing dan memberikan kebebasan lebih besar
kepada perusahaan asing dalam memasarkan danmenyalurkan barang mereka di dalam
negeri.
Dalam
perkembangan demokrasi di Dunia Ketiga, banyak cendekiawan, politisi, dan
pengkaji pembangunan berpendapat bahwa dibutuhkan pemimpin negara yang kuat
bahkan otoriter merupakan salah satu kunci mempercepat pertumbuhan ekonomi. Di
filipina dikenal Presiden Ferdinand Marcos, dalam kepemimpinannya ia bebas
menggunakan kekuasaannya untuk merombak dan menyusun kembali struktur ekonomi
Filipina. Ia berusaha untuk mematahkan belenggu oligarkhi lama yakni elite tuan
tanah yang mengendalikan ekspor pertanian dan mengadakan diversifikasi ke
bidang keuangan dan usaha tanah dan rumah. Investasi baru dalam industri dan
barang olahan akan membuka lapangan kerja dan diramalkan akan memperluas
struktur ekonomi karena akan menciptakan peluang-peluang bagi kelas menengah
untuk turut serta mengelola perusahaan dan menerapkan keahlian di bidang
masing-masing. Pembahasan mengenai Marcos ini juga sangat menarik karena ia dan
keluarga serta konco-konconya merampok negara itu habis-habisan setelah terjadi
kemerosotan ekonomi yang terjadi di Filipina.
Setelah
tumbangnya Marcos banyak asumsi yang beredar mengenai seperti apakah kondisi
perekonomian Filipina yang sebenarnya di bawah pimpinan Marcos dan kroninya.
Salah satu asumsi yang muncul adalah bahwa kedekatan dengan pusat kekuasaan
yang selalu menjadi sumber kekayaan dalam ekonomi politik Filipina. Loyalitas
dan koneksi merupakan basis bagi organisasi politik Filipina pada zaman sebelum
zaman kolonial terbawa masuk ke dalam periode kolonial dan ke dalam jaringan
hubungan patron-klien yang mengaitkan kekuasaan ekonomi dan kekekuasaan
politik. Selain itu, korupsi, kolusi dan nepotisme serta pengelolaan yang salah
dalam menjalankan perusahaan pemerintah yang langsung berproduksi pada akhirnya
menimbulkan kekecewaan yang sangat dalam sehingga kebijaksanaan itu
ditinggalkan. Pada awal kepemimpinannya, Marcos didukung oleh Bank Dunia, Dana
Moneter Internasional, para Bankir dan pemerintah, mereka mengupayakan
pembaharuan Filipina ke arah mengurangi campur tangan pemerintah dalam pasar,
dan membuka perekonomian Filipina. Para investor asing pun diyakinkan bahwa
jalan telah terbuka bagi Filipna untuk mengadakan perubahan dari industri
substitusi impor menuju industri berorientasi ekspor.
Metode
yang digunakan oleh penulis adalah dengan cara melakukan penelitian dengan cara
analisis data kuantitatif yang kemudian dijelaskan secara deskriptif yang telah
diurutkan secara kronologis. Dalam penelitiannya penulis kebanyakan menggunakan
sumber dari data-data yang diperoleh berupa angka-angka yang menunjukan
pola-pola yang yang dapat dijadikan sumber perbandingan. Dalam buku ini juga
dibahas secara mendalam mengenai kronologis mengenai perkembangan kapitalis di
Asia Tenggara, dijelaskan secara rinci pula mengenai kejadian-kejadian penting
yang terjadi di negara-negara besar di Asia Tenggara. Namun hanya negara Asia
Tenggara yang dibahas dalam buku ini, sangkut pautnya dengan negara-negara
Barat yang kapitalis tidak dibahas secara lengkap.
"Kapitalisme semu di Asia Tenggara"
0 Comments